Prodi Hukum Untan

Berita, LP3M UNTAN

Workshop Daring Proses Pembukaan Program Studi Baru Oleh LP3M UNTAN

Pontianak, – Universitas Tanjungpura melalui Pusat Penjaminan Mutu Lembaga Pengembangan  Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M UNTAN) menyelenggarakan workshop dengan topik “Proses Pembentukan Program Studi Baru” secara daring pada Kamis (15/10). Tercatat sebanyak 108 orang peserta baik dari Pimpinan, Senat, Dosen, dan Tenaga Kependidikan di lingkungan UNTAN hadir secara live untuk berpartisipasi aktif pada workshop daring tersebut. Turut hadir dalam workshop daring ini adalah Dr. Ir. Radian, MS, selaku Wakil Rektor Bidang Akademik UNTAN yang memberikan sambutan pembuka. Hadir pula Dr. Ir. Ridwan, M.Sc., Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang menyampaikan tentang “Proses Pembukaan Program Studi”. Adapun narasumber selanjutnya adalah Prof. Dr. Ir. H. Udiansyah, MS, selaku Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XI yang memaparkan mengenai “Kelayakan Pembukaan Program Studi Baru di Wilayah Kalimantan dari Perspektif LLDIKTI”. Setelah penyampaian materi oleh para narasumber, workshop daring ini kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang dipandu oleh Dr. Maria Christina Kalis, S.E., M.M. (Anggota Pusat Penjaminan Mutu UNTAN) selaku moderator. (mrd)

Artikel

TINJAUAN ASAS NON RETROAKTIF (LEGALITAS) DALAM STATUTA ROMA 1998

Oleh: Ria Wulandari, Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura._repository.untan.ac.id PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Setiap Negara memiliki hak untuk menegakkan ketentuan-ketentuan pidananya (jus puniendi). Hak untuk menjatuhkan pidana mensyaratkan dipenuhinya norma-norma tertentu, yakni norma yang mengatur keberlakuan hukum pidana yang berkaitan dengan waktu dan tempat tindakan tersebut dilakukan. Khusus yang berkenaan dengan waktu, sangat penting dalam pemberlakuan hukum pidana. Hakim harus menerapkan undang-undang yang berlaku pada waktu delik dilakukan (tempora delicti). Bila suatu tindakan yang memenuhi rumusan delik ternyata dilakukan sebelum berlakunya ketentuan yang terkait, tindakan tersebut tidak hanya tidak dapat dituntut ke muka pengadilan tetapi juga pihak yang berkaitan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Harus ada ketentuan pidana terlebih dahulu sebagai syarat dapat tidaknya suatu perbuatan dipidana.[1]Dengan kata lain hukum pidana tidak dapat diberlakukan surut (Non Retroactif). Hampir seluruh Negara didunia menganut asas non retroaktif dalam hukum nasionalnya. Amerika adalah Negara pertama yang menganut asas ini yakni dalam konstitusi tahun 1783 dan sesudah itu dalam pasal 8 Declaration de Droits de l’homme et Du Citoyen tahun 1789 yang dikumandangkan setelah revolusi Prancis berisi  : “Nulne peut etre puni qu’en vertu d’une loi etabile et promulquee anterieurement au delit et legalement appliqué” (tidak ada seorangpun dapat dipidana berdasarkan hukum yang disusun dan diundangkan sebelum delik tersebut ditetapkan secara legal). Asas ini kemudian  dikenal dengan asas legalitas. Prancis memasukkan asas legalitas dalam konstitusinya pada tahun 1958 dalam pasal 7 dan 8 yang mana asas legalitas tersebut tidak saja diatur dalam hukum pidana materiil tapi juga hukum pidana formil. Jerman, Belgia, Spanyol, Italia,Hongaria,Republik Portugal adalah Negara yang pada hakikatnya menyatakan bahwa suatu perbuatan merupakan pelanggaran pidana apabila diatur terlebih dahulu berdasarkan hukum nasionalnya. Selain itu terdapat pembatasan-pembatasan antara lain dianutnya asas tempore delicti (pada waktu delik dilakukan) oleh Belanda dalam pasal 1 ayat 2 WvS : “ Bij veradering in de wetgeving na t tijdstip waarop het feit began is, woorden de voor den vardachte gunstigste bepalingen toegepast”. Demikian pula pasal 1 ayat 2 KUHP Indonesia berbunyi : “Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan,dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.” Hal yang sama juga terdapat dalam undang-undang Jerman yang dengan tegas menyatakan, “Bei verschiedenheit der gesetze von der zeit der bengangenen handlung bis zuderen aburteilung ist das mildest gesetz anzuwneden.” Jika ada perbedaan antara ketentuan pidana yang kemudian berlaku pada waktu tindak pidana yang sama diperiksa di pengadilan, ketentuan pidana yang paling ringanlah yang harus ditetapkan.[2] Sedangkan di inggris yang system hukumnya dibangun berdasarkanhukum kebiasaan (Common Law), mulai menuliskan semakin banyak delik kedalam perundang-undangannya (Statute Law).[3] Asasn non retroaktif secara universal juga diakui oleh hukum internasional public yang terwujud dalam pelbagai perjanjian-perjanjian internasional. Dapat disebutkan antara lain di dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No 217A (III) pada tanggal 10 desember 1948 dalam pasal 11 ayat 1 dan 2, Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dalam pas 15 ayat 1 dan 2, Konvensi Eropa mengenai Hak Asasi dan Kebebasan-Kebebasan Mendasar (ECHR) dalam pasal 7, Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 9, Piagam afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk  dan terakhir dalam Statuta Roma 1998. Secara umum perjanjian-perjanjian internasional tersebut selain memberi perlindungan terhadap kekuatan berlaku surut juga memuat ketentuan bahwa jika terjadi perubahan peraturan, pelaku harus dijatuhi hukuman yang tidak lebih berat daripada saat pelaku melakukan perbuatan kriminalnya. Khusus mengenai ketentuan ICCPR pasal 15 ayat 1 nya menggunakan asas non retroaktif yang dapat diadaptasikan jika bertentangan dengan asas-asas hukum yang diakui oleh masyaraka bangasa-bangsa. Menurut Travaux Preparatories, ketentuan ini dimaksudkan agar tidak ada orang yang bebas dari hukuman karena melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional dengan alasan bahwa tindakannya legal menurut hukum negaranya. Acuan terhadap hukum internasional juga merupakan jaminan tambahan bagi individu, yan melindungi individu dari tindakan seweang-wenang meskipun tindakan itu dilakukan oleh organisasi internasional.[4] Asas non retroaktif ini kemudian mulai disimpangi akibat munculnya kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang terjadi di beberapa Negara. Kejahatan-kejahatan kemanusiaan merupakan petaka yang meninggalkan duka mendalam sehingga mengharuskan digunakannya tindakan-tindakan tertentu yang berbeda dengan aturan-aturan sebelumnya. Contoh mengenai hal ini adalah putusan-putusan yang dikeluarkan hakim Mahkamah Militer Nuremberg dan Tokyo, Mahkamah Militer bekas Yugoslavia dan Rwanda serta putusan pengadilan nasional Israel atas kasus jendral Adolf Eichman yang telah menggunakan asas retroaktif dalam putusannya. Asas retroaktif kemudian menjadi asas yang diakui khususnya dalam bidang hukum pidana internasional.[5] Meski asas non retroaktif telah diakui dalam hukum pidana internasional, namun Statuta Roma sebagai dasar pembentukan Mahkamah Pidana Internasional / International Criminal Court (ICC) yang khusus mengadili kejahatan agresi, kejahatan perang, genosida, dan kejahatan kemanusiaan masih tetap mempertahankan asas non retroaktif (yang sudah bukan merupakan asas universal) yang termaktub dalam pasal 24 tentang ratione personae non retroactif. Asas non retroaktif yang dianut oleh Statuta roma 1998 memiliki unsur politis karena sebagian besar Negara memiliki pengalaman kelam akan masa lalu dan harus memberikan pengampunan atau solusi yang serupa dalam upaya rekonsiliasi nasional. Otto Trifterer member komentar bahwa ketentuan ini lebih pada “change in the law; rationale and benefit of more favorable law.[6] Permasalahan Berdasarkan uraian diatas dalam tulisan ini akan dikaji : Tinjauan Asas Non Retroaktif (Legalitas) Pengertian Asas Didalam hukum nasional maupun hukum internasional terdapat beberapa asas yang berlaku secara universal salah-satunya adalah asas non retroaktif. Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang asas non retroaktif, akan diuraikan terlebih dahulu pengertian asas dan arti pentingnya asas dalam hukum. Menurut Mochtar kusumaatmadja, asas hukum umum ialah asas yang mendasari sistem hukum modern.[7] Sementara menurut J.H.P Bellefroid, asas-asas hukum adalah aturan-aturan pokok.[8] Lebih lanjut, aturan-aturan pokok ini dapat digunakan untuk menguji peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Menurut Paton, asas adalah suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum. Berdasarkan pendapat Paton yang demikian dapat dikatakan bahwa adanya norma hukum itu berlandaskan pada suatu asas. Sehingga setiap norma hukum harus dapat dikembalikan pada asas. Pendapat senada diungkapkan leh Van Erkema Hommes bahwa asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Pendapat lain

Berita, Kegiatan, Pengumuman

FH UNTAN Gelar Seminar Daring Nasional Perlindungan HAM Dan Industri Sawit Di Indonesia

Pontianak, – Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (FH UNTAN) kembali menyelenggarakan seminar nasional yang dalam kesempatan kali ini mengangkat topik “Perlindungan HAM Dan Industri Sawit Di Indonesia” secara daring pada Kamis (8/10). Tidak kurang sebanyak 150 orang peserta dengan berbagai latar belakang baik kalangan praktisi dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi nasional hadir secara live untuk berpartisipasi aktif pada seminar daring tersebut. Turut hadir dalam seminar daring nasional tersebut adalah Dr. Sy. Hasyim Azizurrahman, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura yang memberikan sambutan pembuka. Hadir pula sejumlah narasumber yang ahli dibidangnya di antaranya Dr. Budi Hermawan Bangun, S.H., M.Hum. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura) yang menyampaikan tentang “Industri Sawit dan Pemenuhan Hak Ekonomi Masyarakat”. Adapun narasumber yang kedua adalah Dr. Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M., M.A (Dosen FH Universitas Gadjah Mada) yang memaparkan tentang “Human Rights Mainstreaming for Fulfillment of the State’s Human Rights Obligations in Business Sectors”. Sedangkan narasumber ketiga dan keempat yang hadir dalam seminar daring nasional kali ini adalah Dr. Elly Kristiani Purwendah, S.H., M.Hum. (Dosen FH Universitas Wijaya Kusuma) yang memberikan materi mengenai “Penerimaan dan Penolakan Kerusakan Lingkungan Akibat Crude Palm Oil dan Crude Oil”, dan Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, S.H., LL.M. (Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha) yang memaparkan tentang “Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan HAM dan Perkembangan Industri Sawit”. Setelah penyampaian materi oleh para narasumber, seminar daring nasional ini kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang dipandu oleh Dr. Endah Rantau Itasari, S.H., M.Hum. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura) selaku moderator, dan ditutup dengan closing statement oleh masing-masing narasumber. (mrd)

Berita, Kenotariatan, Rektor Untan, Untan

Kuliah Umum Prodi MKN FH UNTAN Dengan Tema “Industri Perbankan Terkait Dengan Tugas Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum”

Pontianak, – Bertempat di Gedung Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Prodi MKN FH UNTAN), diadakan Kuliah Umum dalam rangka Orientasi Studi Kenotariatan bagi Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2020/2021 pada Senin (5/10). Dalam masa pandemi Covid-19 ini, kegiatan dilaksanakan menggunakan metode kombinasi Daring dan Luring yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa baru Prodi MKN FH UNTAN Angkatan IV dengan mengedepankan aspek protokol kesehatan. Orientasi ini diawali dengan laporan dari Ketua Prodi MKN FH UNTAN yang diwakili oleh Sekretaris Prodi MKN FH UNTAN kepada Dekan FH UNTAN, diikuti kemudian sambutan dari Dekan FH UNTAN Dr. Sy. Hasyim Azizurrahman, S.H., M.Hum., dan dibuka secara langsung oleh Rektor UNTAN Prof. Dr. H. Garuda Wiko, S.H., M.Si., FCBArb. Orientasi  kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Kuliah Umum dari Bapak Dudi selaku Kepala Bank Tabungan Negara Cabang Pontianak dengan tema “Industri Perbankan Terkait Dengan Tugas Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum”. Sebagai bagian dari rangkaian Kegiatan Orientasi, acara dilanjutkan dengan pengukuhan Tim Deklarator Ikatan Alumni Kenotariatan Fakultas Hukum UNTAN (IKANO FH UNTAN)  dan pemasangan Pin serta peluncuran secara resmi logo IKANO FH UNTAN. Adapun Tim Deklarator IKANO FH UNTAN terdiri dari perwakilan alumni angkatan I dan II Prodi MKN FH UNTAN. Orientasi kemudian ditutup dengan pemberian materi pembekalan yang disampaikan oleh Sekretaris Prodi MKN FH UNTAN dengan tujuan agar ke depannya mahasiswa baru Prodi MKN FH UNTAN dapat memahami semua hal yang berkaitan dengan pendidikan yang akan ditempuh pada program Magister Kenotariatan, baik mengenai hal tata tertib administratif dan kegiatan akademik Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura. (mrd)

Berita, English Club Faculty of Law (ECFL), Justitia English Club (J.E.C), Kemahasiswaan & Alumni, NUDC, Untan

Untan Juara 1 National University Debating Championship (NUDC) 2020

Pontianak, – Tim Debat Bahasa Inggris Universitas Tanjungpura (UNTAN) berhasil menorehkan prestasi dalam ajang National University Debating Championship (NUDC) 2020 yang digelar secara daring, 24 – 29 September lalu. Dalam ajang tersebut, delegasi Tim Debat Bahasa Inggris UNTAN meraih juara pertama yang diwakili oleh Leonardo, Mahasiswa Fakultas Hukum UNTAN dan Feliani, Mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris FKIP UNTAN. Di babak final, Tim Debat Bahasa Inggris UNTAN berhasil mengalahkan tim dari Universitas Tadulako, Universitas Katolik Parahyangan, dan Universitas Gadjah Mada dengan mosi debat “THW prioritize revitalizing rural growth (real sector and agricultural resilience) over urban/office employments”. Hasil ini membuat Tim Debat Bahasa Inggris UNTAN berhak mewakili Indonesia dalam ajang World Universities Debating Championship (WUDC) yang akan diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan tahun 2021. (mrd)

Berita, NUDC

Sejarah Leonardo (FH UNTAN) Wakilkan Indonesia Menuju WUDC 2021 Korea Selatan

Pontianak – Kali ini Kalimantan Barat harus bangga, pasalnya dua mahasiswa asal Universitas Tanjungpura berhasil meraih tingkat satu dalam kompetisi National University Debating Championship (NUDC) 2020 dan sekaligus berhasil mewakilkan Indonesia dikancah nasional dalam World University Debating Championship (WUDC) 2021 di Seol, Korea Selatan. Ini merupakan sejarah baru, karena Tim Debat Bahasa Inggris Untan yang terdiri dari Feliani dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Leonardo dari Fakultas Hukum, ini berhasil menyabet gelar juara satu kategori main draw. Kemenangan ini terukir fantastis dikarenakan NUDC yang telah digelar selama 37 tahun tersebut belum pernah ada satu pun pemenang kategori main dram yang berasal dari universitas diluar pulau Jawa. NUDC merupakan kompetisi debat antar mahasiswa seluruh Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional,Kemendikbud pada setiap tahunnya. Dikarenakan saat ini Indonesia tengah mengalami pandemi Covid-19, untuk pertama kalinya pada tahun ini NUDC dengan sistem online debater. Feliani menuturkan, setelah melewati babak yang cukup panjang dan dengan pesaing yang bisa dibilang kuat ,dirinya bersama Leonardo menjadi tim terkuat dan menjadi Champion NUDC pada tahun ini. “Setelah melewati enam ronde dan juga empat babak eliminasi kami akhirnya memenangkan ini dan juga menjadi tim pertama yang mewakili pulau Kalimantan untuk Grand Final ini,” ujar Feliani, Rabu (30/9/2020). Dirinya mengaku bangga dan sangat senang sekali bisa menjadi representasi Untan dan juga pulau Kalimantan dalam mengikuti ajang NUDC 2020. Sementara itu, Leonardo menjelaskan setelah mengikuti babak eliminasi di Indonesia, dirinya dan Feliani akan melaju di kancah Internasional di Seol Koreo Selatan mewakili Indonesia dalam kompetisi World University Debating Championship 2021. “Jadi tahapan selanjutnya setelah melewati eliminasi di Indonesia kami akan lanjutkan ke jenjang Internasional yaitu WUDC yang akan diadakan di Korea Selatan,tepatnya di Seol. Kami harapkan doa dan dukungannya supaya kami bisa lakukan yang terbaik untuk indonesia,” terangnya. [Artikel]

Berita, English Club Faculty of Law (ECFL), Justitia English Club (J.E.C)

English Club Fakultas Hukum Untan Sukses Mengadakan Webinar Beasiswa LPDP Bersama Mata Garuda LPDP Kalbar

Pontianak, – Organisasi English Club Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak menggelar Webinar Series Sharing Session with Mata Garuda LPDP Kalbar dengan tema “Tips and Trick How to Get Scholarship”. Webinar di ikuti sebanyak 140 orang lebih, terdiri dari mahasiwa, dosen, hingga kalangan umum. Menghadirkan dua orang Narasumber alumni LPDP Luar Negeri dan Dalam Negeri, yaitu Rahmat Putra Yudha, S.Pd., M.Ed dan Siti Aminah, S.H., M.H di pandu oleh seorang moderator yang juga merupakan alumni english club yaitu, Vriska Adelia Putri. Webinar kali ini dibuka oleh Ketua English Club Try Mahyandi yang menyampaikan gambaran bahwa English Club Faculty of Law atau yang sering dikenal dengan ECFL Untan merupakan lembaga keilmuan bagi mahasiswa FH terutama di bidang bahasa inggris, dan kegiatan ini merupakan wujud dari keperdulian ECFL terhadap pendidikan tingkat lanjut bagi mahasiswa, harapannya bahwa mahasiswa mau dan berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan S2. Terutama kepada anggota dan pengurus ECFL. Karena S1 saat ini bisa dibilang sebagai pendidikan standar dalam berbagai bidang, maka dari itu dengan diadakannya kegiatan ini mahasiswa dan pengurus ECFL bisa menuju tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Rahmat Yudha selaku penerima LPDP Luar Negeri tepatnya di Tesol University Of Wollongong Australia sekaligus sebagai ketua Mata Garuda LPDP Kalbar memberikan wawasan serta motivasi pada peserta bahwa LPDP adalah salah satu Beasiswa terbaik yang bisa digunakan untuk melanjutkan studi, Ia juga memberikan tata cara untuk mengikuti LPDP dan sekaligus memberikan motivasi dari pengalaman-nya yang beberapa kali gagal saat mendaftar beasiswa, hal ini ia berikan agar menambah semangat mahasiswa/i untuk dapat melanjutkan pendidikan tanpa takut gagal. Lalu pembicara kedua sekaligus dosen di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura yaitu Siti Aminah selaku penerima beasiswa Dalam Negeri Universitas Gadjah Mada Ia memberikan wawasan, bahwa LPDP pun bisa didapatkan untuk mereka yang menginginkan kuliah di Dalam negeri, lalu ia juga menjelaskan, ada beberapa jalur khusus yaitu jalur afirmasi seperti alumni bidikmisi, daerah 3T, dsb. Serta tata cara mendapatkan beasiswa dalam negeri. Selain itu menurut kedua narasumber, hal yang penting selain akademik adalah kegiatan organisasi dan sosial. Mereka sama-sama menjelaskan bahwa akademik tidak cukup untuk dapat menaklukan beasiswa ini, organisasi, kegiatan sosial adalah salah satu hal terpenting karena LPDP akan melihat effort apa yang dibangun pada saat nant dani hal inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilan mereka dalam meraih beasiswa LPDP untuk program S2. Hairul Perwira mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura yang merupakan salah satu peserta, mengatakan “Acara webinar yang diadakan oleh ECFL Untan sangat luar biasa, dengan narasumber yang top dan acara ini sangat menginspirasi bagi generasi muda yang ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dari acara ini kita diajarkan bahwa untuk sekolah yang tinggi tidak harus menjadi orang kaya, melainkan prestasi dan dedikasi”. Setelah webinar selesai, peserta diberikan E-Sertifikat oleh ECFL dan juga dipersilakan mengisi form kesan dan pesan. Yoga Indrawan selaku Staff Event dan Kreatif ECFL mengatakan rangkuman kesan dan pesan peserta “Respon nya banyak yang positif, banyak diantara mereka beranggapan seminar yang dilakukan ECFL dan mata garuda ini banyak memberikan informasi terkait beasiswa LPDP itu sendiri. Dan banyak juga yang berpendapat bahwa ECFL harus buat event-event serupa yang bermanfaat di kemudian hari, adapun pesan yang paling banyak didapat ialah, perpanjangan durasi webinar”. Penulis, Virghie Dynaz Koesoema.

Scroll to Top