Prodi Hukum Untan

Berita, Nasional

Kunjungan Fakultas Hukum UNTAN Ke Kantor KPPU

Pontianak, – Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura berkunjung ke kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta dalam rangka menindaklanjuti MoU dan PKS, Selasa/12 November 2024. Dalam pertemuan tersebut kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan serangkaian kegiatan untuk mewujudkan program-program yang telah disepakati. Kerjasama ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan penerapan hukum persaingan usaha di kalangan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat luas. Deswin Nur, S.E., M.E selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU menyambut baik atas kunjungan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan menyampaikan untuk dapat segera dilaksanakannya beberapa kegiatan sebagai bentuk implementasi dari Kerjasama yang sudah terjalin, dan juga menyampaikan bahwa langkah-langkah tindak lanjut ini merupakan bukti komitmen kedua pihak dalam menjalin sinergi yang konstruktif. Fakultas Hukum juga sangat optimis bahwa kerjasama ini akan menghasilkan program yang tidak hanya bermanfaat bagi akademisi, tetapi juga bagi dunia usaha dan masyarakat, dengan tujuan untuk menciptakan pasar yang lebih sehat dan transparan. [*]

Berita

Tingkatkan Kapasitas, FH Universitas Tanjungpura Jajaki Kerja Sama dengan Hukumonline

PONTIANAK, – FH Untan berharap kolaborasi ini akan mempermudah dosen-dosen meraih gelar guru besar. Dengan begitu, kerja sama ini tidak hanya meningkatkan kualitas lulusan, tetapi juga kualitas tenaga pendidik di Fakultas Hukum UNTAN. Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (FH UNTAN) terus mengambil langkah inovatif untuk memperkuat jejaring akademiknya melalui penjajakan kerja sama dengan Hukumonline. Kerja sama ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan manfaat yang luas bagi mahasiswa, dosen, dan institusi secara keseluruhan.  Wakil Dekan Bidang Akademik FH UNTAN Edy Suasono menuturkan pandangan positifnya mengenai potensi kerja sama ini setelah melakukan kunjungan ke Kantor Hukumonline di Jakarta, Senin (11/11/2024). Baginya, pertukaran informasi dalam pertemuan tersebut sangat produktif dan membuka peluang kerja sama yang signifikan.  “Ini hal yang sangat positif sekali. Setelah kami bisa bertatap muka, banyak informasi yang kami peroleh yang tentunya akan memberikan kemudahan bagi kami dalam menjalankan tugas di Fakultas Hukum UNTAN. Diskusi mengenai kerja sama lebih lanjut akan dilakukan dalam waktu dekat untuk menyusun langkah-langkah konkrit demi mendukung visi dan misi Fakultas Hukum UNTAN,” ujar Edy. Adapun kerja sama ini tidak hanya berfokus pada pertukaran informasi, tetapi juga pada penyediaan manfaat yang nyata bagi mahasiswa dan dosen. Edy mengatakan adanya akses ke data dan informasi hukum yang komprehensif akan sangat membantu dalam proses pembelajaran dan penelitian. “Dari segi institusi, ini berkontribusi pada pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) kita, baik dari sisi dosen maupun mahasiswa. Mahasiswa kami akan dapat mengakses informasi terkait peraturan dan konsultasi akademik yang relevan, sehingga dapat memperluas wawasan mereka. Ini tentu saja akan meningkatkan kualitas lulusan kami yang nantinya diharapkan dapat mencapai IKU pertama yakni mendapatkan pekerjaan yang relevan setelah lulus,” lanjutnya. Edy juga menyoroti salah satu kebutuhan utama mahasiswa Fakultas Hukum UNTAN adalah akses ke pusat data yang mencakup berbagai sumber referensi hukum. Mahasiswa, kata dia, terutama di program Sarjana Hukum, sangat membutuhkan referensi seperti jurnal akademik atau peraturan hukum untuk menyelesaikan studi mereka dengan baik.  FH Untan berharap kolaborasi ini akan mempermudah dosen-dosen meraih gelar guru besar. Dengan begitu, kerja sama ini tidak hanya meningkatkan kualitas lulusan, tetapi juga kualitas tenaga pendidik di Fakultas Hukum UNTAN. “Referensi yang kuat dan komprehensif akan sangat mendukung dalam menyelesaikan studi mereka dan membantu mereka mencapai hasil yang optimal. Ini nantinya akan kembali pada individu masing-masing mahasiswa, yang akan mampu berkompetisi di tingkat nasional maupun internasional. Lulusan yang memiliki kemampuan ini dapat berkontribusi kepada bangsa dan negara baik melalui posisi sebagai ASN, profesi korporasi, maupun sebagai advokat,” ucapnya. Ketika ditanya tentang potensi penggunaan produk-produk akademik berbasis teknologi dalam kerja sama ini, Edy menyampaikan bahwa kebutuhan tersebut sangat bergantung pada kebutuhan dosen masing-masing. Menurutnya, jika dosen merasa perlu memperluas cakrawala akademik mereka, mereka bisa memanfaatkan fasilitas ini. Harapannya, dosen-dosen FH UNTAN tidak hanya memiliki jejaring di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional bahkan internasional. Selain itu, untuk meningkatkan reputasi akademik dosen, Edy menyebut adanya program bagi dosen yang telah mencapai gelar guru besar untuk membuka program S3 di Fakultas Hukum. Dengan dukungan data hukum yang terintegrasi dari Hukumonline, diharapkan program doktoral ini bisa menjadi pusat pendidikan tinggi yang unggul di wilayah tersebut. Terkait dengan publikasi jurnal internasional, Edy mengakui masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh dosen dalam menembus jurnal bereputasi, seperti Scopus. Menurutnya, salah satu kendala dalam publikasi internasional adalah kurangnya pemahaman mengenai format yang tepat untuk diterima di jurnal bereputasi ini.  “Kemarin kami mengirim lima dosen ke UGM untuk mendapatkan bimbingan dari mentor dalam publikasi jurnal internasional. Tapi dengan adanya fasilitas Hukumonline dari kerja sama ini, kita tidak perlu lagi repot harus ke luar negeri. Cukup disediakan mentornya di sini, dan dosen dapat dibimbing secara langsung,” kata dia. Beberapa dosen FH UNTAN, kata dia, belum memahami secara lengkap template atau struktur dari jurnal Scopus, sehingga mereka masih kesulitan untuk menulis dan diterbitkan di sana. Namun dengan bimbingan dari Hukumonline nanti, dia optimis bisa meningkatkan kualitas publikasi internasional dosen. Lebih lanjut, Edy mengungkapkan harapannya agar kolaborasi ini dapat memperluas wawasan akademik dan jaringan internasional Fakultas Hukum UNTAN serta mendorong pengembangan program studi doktoral sebagai langkah ke depan dalam mencetak tenaga akademik yang berkualitas.  “Kami juga berharap kolaborasi ini akan mempermudah dosen-dosen FH UNTAN meraih gelar guru besar. Dengan demikian, kita tidak hanya meningkatkan kualitas lulusan, tetapi juga kualitas tenaga pendidik di Fakultas Hukum UNTAN,” tutupnya. [hukumonline]

Safaruddin Harefa, S.H., M.H
Artikel, Berita, Opini

Aksi Menteri Komunikasi dan Digital Perangi Judi Online

Pontianak, 21 Oktober 2024, – Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, yang dilantik dalam Kabinet Merah Putih, menegaskan komitmennya dalam memberantas judi online sebagai salah satu prioritas dalam 100 hari pertama masa jabatannya. Tindakannya mencerminkan keseriusannya dalam menanggulangi maraknya perjudian daring yang telah merusak tatanan sosial dan ekonomi Indonesia. Judi online menjadi ancaman serius di tengah pesatnya perkembangan teknologi, di mana pelaku dan pemain judi semakin sulit terdeteksi, sering kali menyasar generasi muda yang rentan terhadap dampak negatifnya. Menteri Meutya, yang memiliki pengalaman dalam dunia politik dan digital, berencana untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap perjudian online. Pemberantasan judi online ini dilakukan melalui langkah-langkah konkret yang melibatkan berbagai pihak, seperti lembaga pengawasan, penegak hukum, dan platform teknologi. Selain itu, kementerian juga berencana mengoptimalkan penggunaan teknologi canggih, seperti kecerdasan buatan (AI), untuk mendeteksi dan memblokir situs judi online secara lebih efektif. Dalam 100 hari pertama, Meutya telah mengarahkan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kominfo) untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum guna menindak tegas penyedia situs judi online yang beroperasi tanpa izin di Indonesia. Upaya ini didorong oleh berbagai faktor, salah satunya adalah perkiraan bahwa transaksi judi online pada akhir tahun 2024 diperkirakan dapat mencapai Rp400 triliun, yang jika tidak segera dibendung, dapat menambah beban sosial dan ekonomi negara. Sebagai bagian dari strategi pemberantasan judi online, Menkodigi juga memperkuat kerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), yang bertugas untuk memantau dan menganalisis aliran dana yang terkait dengan kegiatan judi online. Menurut PPATK, sejumlah transaksi judi daring telah mencapai nilai yang sangat besar dan berpotensi merusak perekonomian digital negara. Pemerintah juga menggunakan alat dan regulasi yang ada untuk memblokir akses ke situs-situs judi online, serta menghentikan promosi yang merugikan ini melalui saluran-saluran digital yang sangat cepat dan mudah diakses masyarakat. Dalam melakukan langkah-langkah tersebut, pemerintah memiliki landasan hukum yang cukup kuat. Salah satu undang-undang yang relevan dalam upaya pemberantasan judi online adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. UU ITE ini memberikan dasar hukum untuk menindak tegas peredaran konten ilegal melalui internet, termasuk judi online. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang ITE yang mengatur tentang larangan penyebaran materi yang melanggar norma kesusilaan, ketertiban umum, dan hukum di dunia maya memberikan ruang bagi pemerintah untuk menghapus konten judi online yang mengancam moralitas publik. Selain UU ITE, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama juga turut memberikan landasan hukum dalam memberantas perjudian. Dalam pasal 303 KUHP lama, tindak pidana perjudian diatur dengan ancaman pidana yang cukup berat, baik bagi para penyelenggara maupun pemain judi. Pasal ini masih berlaku meskipun akan ada pembaruan melalui KUHP Baru yang saat ini sedang dalam tahap revisi. KUHP Baru yang dirancang mengakomodasi berbagai perkembangan digital, dengan memberikan ruang yang lebih luas bagi aparat penegak hukum untuk menindak kejahatan yang terjadi di dunia maya, termasuk perjudian online. Misalnya, dalam draft KUHP Baru, terdapat aturan yang memperjelas sanksi bagi mereka yang terlibat dalam penyelenggaraan judi online, baik yang dilakukan oleh individu maupun organisasi. Menteri Komunikasi dan Digital juga berfokus pada pencegahan dengan melakukan edukasi kepada masyarakat. Kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya judi online, serta mendidik masyarakat mengenai dampak sosial dan ekonominya, menjadi bagian integral dari strategi pemberantasan judi. Pendidikan ini tidak hanya menyasar para pemain judi, tetapi juga masyarakat umum yang dapat menjadi korban kejahatan dunia maya yang berhubungan dengan perjudian. Kementerian Komunikasi dan Digital berharap melalui kampanye ini, masyarakat akan lebih peka dan berhati-hati dalam berinteraksi dengan platform digital. Selain upaya penegakan hukum yang lebih ketat, Menkodigi juga mendorong kerja sama lebih erat antara pemerintah, platform digital, dan sektor swasta untuk menciptakan sistem yang lebih aman bagi pengguna internet. Pemerintah berencana memperkenalkan regulasi yang mewajibkan penyedia layanan internet untuk bekerja sama dalam memblokir situs-situs judi online, serta menyediakan mekanisme pengaduan yang lebih cepat bagi masyarakat. Ini akan memastikan bahwa langkah-langkah penegakan hukum dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Upaya pemberantasan judi online ini juga perlu didukung dengan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan perjudian daring. Diperlukan pelatihan khusus bagi polisi dan jaksa untuk memahami dan mengimplementasikan hukum yang berlaku di dunia maya, termasuk pengawasan terhadap transaksi keuangan yang terkait dengan perjudian. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penegakan hukum berjalan seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Tantangan terbesar yang dihadapi oleh Menkodigidalam memberantas judi online adalah keberadaan situs judi yang terus berkembang dan beradaptasi dengan sistem enkripsi yang canggih. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Digital harus terus berinovasi dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dalam menghadapi ancaman yang datang dari dunia maya. Dengan segala upaya yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital di bawah kepemimpinan Menkodigi Meutya Hafid, Indonesia diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari judi online. Pemberantasan judi daring ini akan melibatkan berbagai sektor, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor teknologi, untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.** *Penulis adalah dosen prodi Hukum Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura. Sumber Artikel: Pontianak Post

Berita

Visitasi Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Mahasiswa Guangxi Minzu University ke Pengadilan Negeri/ Tipikor/ PHI/ Perikanan Pontianak Kelas 1A

PONTIANAK, – Pada hari Rabu, 6 November 2024, sebanyak 8 perwakilan mahasiswa dari Guangxi Minzu University, bersama civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, melakukan kunjungan ke Pengadilan Negeri / Tipikor / PHI / Perikanan Pontianak Kelas 1A. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pertukaran mahasiswa antara Guangxi Minzu University dan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura yang bertujuan untuk memperdalam pemahaman mengenai sistem peradilan di Indonesia, khususnya dalam konteks tindak pidana korupsi. Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Hj. Herlina, S.H., M.H., yang didampingi oleh beberapa dosen dari Bagian Hukum Perdata dan sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Untan. Kunjungan tersebut disambut langsung oleh Bapak Edward Samosir, S.H., M.H., Hakim Adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Pontianak. Dalam kegiatan yang berlangsung di ruang sidang Pengadilan Negeri Pontianak tersebut, acara dimulai dengan sambutan dari Bapak Edward Samosir, S.H., M.H., dan dilanjutkan oleh Wakil Dekan II Fakultas Hukum Untan, Hj. Herlina, S.H., M.H dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari kunjungan kali ini. Kegiatan dilanjutkan dengan penjelasan singkat mengenai proses peradilan tindak pidana korupsi di Indonesia. Dalam pemaparannya, Bapak Edward memberikan wawasan mendalam tentang peran pengadilan dalam penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi, mulai dari tahap penyidikan hingga putusan. Beliau menjelaskan bagaimana proses hukum berjalan dengan melibatkan berbagai instansi, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK, hingga akhirnya kasus-kasus tersebut sampai ke pengadilan. [*]

Muhammad Rafi Darajati
Artikel, Berita, Opini

Kebijakan Inkonstitusional Ekspor Pasir Laut

Di era kemerdekaan, negara Indonesia telah “bersumpah” sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa kita, bahwa salah satunya adalah untuk, “…memajukan kesejahteraan umum.” Tujuan yang tertuang di dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) ini mengindikasikan bahwa negara berjanji akan memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya demi rakyat Indonesia agar memiliki kesejahteraan yang baik dalam kesehariannya. Sumpah tersebut bahkan dipertegas tidak hanya di dalam pembukaan UUD NRI 1945 saja, melainkan juga dapat kita lihat di dalam batang tubuh. Di dalam pasal 33 misalnya, pada ayat 3 dan 4 dipertegas bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar¬besar kemakmuran rakyat; serta perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, mengindikasikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam perlu memperhatikan prinsip keberlanjutan. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa sumber daya alam harus dikelola untuk kemakmuran rakyat secara luas, bukan untuk keuntungan kelompok tertentu saja. Sehingga dalam hal ini negara memilki kewajiban agar kebijakan-kebijakannya tidak melanggar hak warga negara atas lingkungan yang baik dan sehat. Penulis mengantar pembaca dengan memulai pada pijakan normatif mengenai sumber daya alam dan lingkungan hidup dikarenakan saat ini terdapat kebijakan pemerintah yang tidak sejalan dengan konstitusi, yaitu kebijakan ekspor pasir laut. Kebijakan mengenai ekspor pasir laut kembali menjadi perhatian publik setelah diterbitkannya dua Peraturan Menteri Perdagangan yang membuka ekspor pasir laut. Kedua peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Perubahan dilakukan untuk menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut (PP Sedimentasi Laut) yang mengatur bahwa hasil sedimentasi laut berupa pasir laut dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut (Kepmen Perencanaan Sedimentasi Laut). Dalam dokumen tersebut, ditetapkan tujuh wilayah pesisir pengerukan sedimen laut. Pertama, Laut Jawa sekitar Kabupaten Demak. Kedua, Laut Jawa sekitar Kota Surabaya. Ketiga, Laut Jawa sekitar Kabupaten Cirebon. Keempat, Laut Jawa sekitar Kabupaten Indramayu. Kelima, Laut Jawa sekitar Kabupaten Karawang. Keenam, Selat Makassar, yaitu di perairan sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan. Ketujuh, Laut Natuna-Natuna Utara, yaitu perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan. Dari perspektif hukum, setidaknya terdapat beberapa alasan mengapa kebijakan ekspor pasir laut perlu untuk dilarang, dan dapat dikatakan sebagai kebijakan yang inkonstitusional. Apabila kita merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023, telah ditafsirkan mengenai Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945 sebagai dasar konstitusional penerapan paradigma pembangunan berkelanjutan yang beraliran kuat. Pemaknaan pembangunan berkelanjutan yang beraliran kuat berarti bahwa mementingkan modal alam, dengan mengakui bahwa fungsi-fungsi ekologis tertentu, tidak tergantikan oleh modal buatan manusia. Fungsi-fungsi ini harus dipertahankan secara utuh, yang berarti generasi mendatang harus mewarisi kodal alam yang tidak lebih kecil dari yang ada saat ini. Jika kita melihat di dalam PP Sedimentasi Laut, tertuang bahwa pengelolaan hasil sedimentasi di Laut dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut, dan mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut. Namun, di sisi lain, dalam Kepmen Perencanaan Sedimentasi Laut mengakui adanya potensi kerusakan ekosistem dari kegiatan pengisapan dan pemuatan pasir laut. Kemudian Kepmen tersebut mengatur upaya-upaya pemulihan atau rehabilitasi untuk mengatasi kerusakan tersebut. Salah satu upayanya adalah rehabilitasi mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Padahal, PP Sedimentasi Laut menyebutkan bahwa tujuan dari pengelolaan sedimen laut untuk melindungi ekosistem seperti mangrove dan terumbu karang. Maka terlihat adanya pertentangan yang membuat tujuan perlindungan dari PP Sedimentasi Laut diragukan. Melihat pengaturan pada Kepmen tersebut, terlihat bahwa kebijakan sedimen atau pasir laut tidak menganut prinsip pembangunan berkelanjutan yang beraliran kuat. Dampak terhadap pengisapan pasir laut dianggap dapat diatasi dengan upaya-upaya rehabilitasi. Padahal, fungsi ekosistem dari mangrove yang sudah bertahun-tahun bertahan dibanding dengan mangrove yang baru ditanam tentunya berbeda. Sehingga, kebijakan ini bertentangan dengan arah pembangunan yang dikehendaki oleh konstitusi. Untuk memastikan pelaksanaan konstitusi dalam kaitan pengelolaan sumber daya alam, maka sudah semestinya pemerintah tidak menerbitkan kebijakan yang dapat menyebabkan ekologis yang besar. Keuntungan yang didapatkan dari kebijakan ekspor pasir laut sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi kerugian yang ditimbulkan. Keuntungan yang didapatkan akan dirasakan oleh kelompok tertentu yang menjadi pemain utama saja. Sementara itu, kerugian akan dirasakan oleh masyarakat umum, terutamanya masyarakat pesisir. Negara memiliki kewajiban agar kebijakannya tidak melangar hak warga negara atas lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana tertuang di dalam pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Tidak hanya bertentangan dengan konstitusi, PP Sedimentasi Laut juga bertentangan dengan Undang Undang 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan). Di mana di dalam pasal 56 UU Kelautan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Membuka kesempatan penambangan dan ekspor pasir laut tentunya bertentangan dengan semangat perlindungan lingkungan yang diatur di UU Kelautan. Pembacaan yang utuh terhadap teks secara tekstual dan kontekstual terhadap Pasal 56 UU Kelautan, akan menghasilkan kesimpulan bahwa PP Sedimentasi laut bukanlah peraturan turunan yang dikehendaki UU Kelautan. PP Sedimentasi Laut juga tidak sejalan dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan), terkhusus di dalam pasal 96 yang menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. Tidak taat asasnya sedimentasi laut ini adalah ketika proses pembentukannya dilakukan tidak transparan dan minim partisipasi publik. Rancangan PP Sedimentasi Laut pada saat itu sulit untuk diakses, bahkan naskah akademiknya pun tidak tersedia untuk diakses oleh masyarakat umum. Ketidakselarasan berikutnya adalah dengan pasal 5 UU

Berita

Diskusi Strategi Kebijakan Implementasi Permenkumham No. 17 Tahun 2022 Oleh Kanwil Kemenkumham Kalbar

Pontianak – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat (Kanwil Kemenkumham Kalbar) menggelar acara Diskusi Strategi Kebijakan terkait Implementasi Permenkumham No. 17 Tahun 2022 tentang Penilaian Indeks Reformasi Hukum (IRH) pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Acara ini berlangsung di Hotel Golden Tulip dan diikuti oleh para pejabat serta pemangku kepentingan, baik secara luring maupun daring melalui Zoom. Acara turut dihadiri oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Eva Gantini; Kepala Divisi Administrasi, Hajrianor; Kepala Divisi Pemasyarakatan, Hernowo Sugiastanto; dan Kepala Divisi Keimigrasian, Arief Munandar, serta sejumlah pejabat manajerial dan non-manajerial dari pusat maupun daerah. Selasa (29/10) Kepala Kanwil Kemenkumham Kalbar, Muhammad Tito Andrianto, dalam laporan kegiatannya menekankan pentingnya optimalisasi Indeks Reformasi Hukum (IRH) sebagai bagian dari implementasi Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025 yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010. Selain itu, kebijakan tersebut diperkuat oleh Permen PAN-RB Nomor 25 Tahun 2020 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2020–2024 dan dioperasionalkan melalui Permenkumham No. 17 Tahun 2022. Ia mengungkapkan bahwa meskipun capaian Kalimantan Barat menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, hasilnya masih belum optimal. Dari 15 pemerintah daerah di Kalbar, hanya tiga yang mengunggah data dukung pada 2022, dan meskipun jumlahnya meningkat menjadi sepuluh pada 2023, target kinerja yang diharapkan belum sepenuhnya tercapai. Tito menggarisbawahi bahwa tantangan multidimensi dalam penerapan kebijakan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif dan adaptif. Ia berharap hasil dari kegiatan diseminasi dan diskusi strategi kebijakan ini dapat meningkatkan pemanfaatan data dalam perumusan kebijakan dan peraturan di tingkat daerah. “Keberhasilan penerapan IRH di Kalimantan Barat bukan hanya meningkatkan kualitas reformasi hukum, tetapi juga dapat menjadi model praktik terbaik bagi daerah lain di Indonesia,” ungkapnya. Sementara itu, Kepala Pusat Strategi Kebijakan Tata Kelola Hukum dan HAM, Syarifuddin, yang hadir secara daring mewakili Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM, Y. Ambeg Paramarta, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan IRH. “IRH merupakan instrumen penting dalam mengukur efektivitas reformasi hukum melalui pemetaan dan evaluasi regulasi di berbagai tingkatan,” ujar Syarifuddin. Ia juga menyampaikan apresiasi atas inisiatif Kanwil Kemenkumham Kalbar dalam menyelenggarakan kegiatan ini dan berharap agar hasilnya tidak hanya bersifat seremonial, tetapi memberikan dampak nyata bagi perbaikan tata kelola hukum dan birokrasi di masa depan. “Kolaborasi dan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan agar reformasi hukum ini dapat berjalan efektif dan berkelanjutan,” tambahnya. Acara ini menghadirkan narasumber, yaitu Sujadmiko, S.H., M.Si., Analis Kebijakan Ahli Madya pada Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM RI; Abussamah, S.STP., M.A.P., Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Barat; Dr. Rommy Patra, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura; dan Kristiana Meinalita Samosir, S.H., M.H., Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Kalbar. Diskusi dipandu oleh Muhammad Rafi Darajati, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, yang memastikan jalannya diskusi berlangsung dinamis dan interaktif. Para narasumber membahas berbagai perspektif terkait implementasi IRH, mulai dari kebijakan pemerintah pusat hingga langkah konkret di tingkat daerah. Topik yang diangkat mencakup peran harmonisasi regulasi, pemetaan kebijakan efektif, hingga kontribusi akademisi dalam mendukung reformasi hukum. Semua pihak sepakat bahwa kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan agar reformasi hukum dapat berkelanjutan dan berdampak positif pada tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Dalam sambutan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Eva Gantini, mengatakan ”Kegiatan diseminasi ini diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, perwakilan instansi lain, akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Sebanyak 600 peserta telah melakukan registrasi, dengan kapasitas maksimal platform Zoom mencapai 1.000 partisipan. Selama sesi diskusi, 1100 peserta aktif hadir secara daring melalui Zoom, mencerminkan antusiasme tinggi terhadap tema dan materi yang disampaikan. Diharapkan, hasil dari kegiatan ini dapat memperkuat sinergi dan mendorong implementasi strategi kebijakan hukum dan HAM secara lebih efektif di seluruh Indonesia”. tutup Eva. [Kanwilkemenkumham_kalbar]

Berita

Kunjungan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Mahasiswa Guangxi Minzu University ke Pengadilan Militer I-05 Pontianak

PONTIANAK – Pada hari Rabu, tanggal 30 Oktober 2024, 9 perwakilan mahasiswa dari Guangxi University dan civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura melakukan kunjungan ke Pengadilan Militer I-05 Pontianak. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pertukaran mahasiswa dari Guangxi University bekerja sama dengan Fakultas Hukum Untan. Dari Fakultas Hukum Tanjung Pura di wakili oleh Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan, Hj. Herlina, S.H., M.H dan beberapa Dosen dari Bagian Hukum Perdata dan beberapa Mahasiswa Universitas Tanjung Pura. Kedatangan kali ini disambut langsung oleh Hakim Militer, Letkol Salis Alfian Wijaya, S.H, M.H dan beberapa staf pengadilan militer–yang mengarahkan mahasiswa untuk mengisi buku tamu pada bagian pelayanan dan pengenalan secara singkat tentang Pengadilan Militer I-05 Pontianak. Kegiatan dimulai dengan penyambutan oleh Letkol Salis Alfian Wijaya, S.H, M.H dan penyampaian tujuan kunjungan oleh Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan, Hj. Herlina, S.H., M.H, yang menyampaikan terima kasih atas kesediaan Pengadilan Militer I-05 Pontianak yang telah memberikan kesempatan dan menyambut dengan baik visitasi ini. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pemaparan singkat mengenai struktur dan tugas pokok Pengadilan Militer Pontianak, yang disampaikan langsung oleh Letkol Salis Alfian Wijaya, S.H., M.H. Dalam pemaparannya, Letkol Salis menjelaskan secara rinci mengenai struktur organisasi dalam pengadilan militer, mulai dari tingkat pengadilan militer pertama hingga pengadilan tinggi militer, serta peran masing-masing komponen dalam menjalankan fungsi peradilannya. Sesi ini juga diikuti dengan diskusi interaktif, di mana mahasiswa dari Guangxi Minzu University berkesempatan untuk bertanya dan mendalami lebih lanjut tentang perbedaan struktur pengadilan militer di Indonesia dan negara mereka. Sesi tanya jawab ini memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai mekanisme kerja dan kewenangan pengadilan militer dalam menangani perkara yang melibatkan anggota TNI. Setelah sesi tanya jawab selesai, mahasiswa Guangxi Minzu University dan civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura diberi kesempatan untuk menyaksikan langsung dua sidang militer yang berlangsung di Ruang Sidang Pengadilan Militer Pontianak. Salah satu sidang tersebut dipimpin oleh Kolonel Chk Setyanto Hutomo, S.H., selaku Ketua Pengadilan Militer I-05 Pontianak. Kegiatan ini ditutup dengan ucapan terima kasih dari pihak Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Guangxi Minzu University atas sambutan hangat serta kesempatan yang diberikan oleh Pengadilan Militer I-05 Pontianak. Sebagai simbol penutupan, acara diakhiri dengan sesi foto bersama yang melibatkan seluruh peserta, sebagai kenang-kenangan dari kegiatan yang penuh manfaat ini. Diharapkan, kunjungan ini tidak hanya memperluas wawasan akademis, tetapi juga memperkuat Kerjasama antara Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Guangxi Minzu University dan Pengadilan Militer I-05 Pontianak. [-]

Berita, Kegiatan, Kemahasiswaan & Alumni

Workshop Pelatihan Soft Skill Mahasiswa(Klinik Hukum: Strategi Resolusi Konflik)

Pontianak, – Dalam rangka meningkatkan soft skill mahasiswa, Tanjungpura Law Research Center (TLRC) Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, menyelenggarakan workshop bertajuk “Klinik Hukum: Strategi Resolusi Konflik” secara offline di Ruang Mini Teater FH UNTAN, pada Senin-Rabu, tanggal 28 Oktober-30 Oktober 2024. Workshop ini diadakan sebagai bagian dari program pengembangan keterampilan mahasiswa, khususnya dalam bidang penyelesaian konflik, yang sangat relevan untuk mahasiswa yang tertarik pada dunia hukum, manajemen, dan komunikasi bagi mahasiswa semester 7 (tujuh) yang melakukan program magang di wilayah kampus. Berlangsung selama tiga jam setengah, dimulai dari pukul 08:30 WIB sampai dengan 12:00 WIB. Workshop ini menghadirkan Advokat Deden Kurnia, S.H., M.H., Chairman Of The Foundation Learning Advocacy Center LENSA MAHAJANA Provinsi Kalimantan Barat yang membahas berbagai teknik dalam penyelesaian konflik. Agenda workshop ini merupakan salah satu agenda dari beberapa rangkaian kegiatan yang dimiliki oleh Tanjungpura Law Research Center (TLRC). Tujuan diadakannya workshop bagi mahasiswa ini untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai teknik dan metode resolusi konflik yang efektif. Melalui workshop ini, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan keterampilan praktis dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai konflik yang mungkin mereka temui di dalam praktik dunia hukum. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendekatan yang konstruktif dalam menyelesaikan sengketa, serta membekali mahasiswa dengan alat dan strategi yang dapat diterapkan dalam karir mereka di masa depan. Pada hari pertama workshop, jumlah partisipan tercatat mencapai 30 orang, menunjukkan antusias yang tinggi sejak awal. Jumlah yang sama juga dipertahankan pada hari kedua, dengan 30 peserta aktif yang tetap berkomitmen untuk terlibat dalam setiap sesi. Meskipun sedikit menurun, hari ketiga tetap menarik 26 orang, mencerminkan minat yang konsisten terhadap materi yang dibahas. Secara keseluruhan, kehadiran yang stabil ini menunjukkan dedikasi mahasiswa dalam mengikuti dan memanfaatkan kesempatan belajar yang disediakan. Di hari pertama, pembicara akan membahas antropologi hukum dan strategi resolusi konflik yang efektif, memberikan wawasan tentang bagaimana konteks budaya mempengaruhi penyelesaian sengketa. Hari kedua akan difokuskan pada materi dan praktik pembuatan surat gugatan umum oleh penggugat, di mana peserta akan belajar langsung tentang teknik penyusunan dokumen hukum yang tepat dan sesuai prosedur. Pada hari ketiga, workshop dilanjutkan dengan praktik pembuatan surat gugatan khusus oleh penggugat, yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memahami dan menerapkan perbedaan antara surat gugatan umum dan khusus dalam konteks kasus tertentu. Kegiatan ini merupakan bagian dari program soft skill enhancement yang dijalankan oleh Tanjungpura Law Research Center (TLRC) untuk membekali mahasiswa dengan keterampilan praktis yang mendukung kesuksesan mereka di dunia kerja. Selama kegiatan workshop tersebut berlangsung, tampak jelas antusiasme mahasiswa yang sangat tinggi. Para peserta workshop aktif melontarkan berbagai pertanyaan. Hal ini, menunjukkan minat yang besar terhadap materi yang disampaikan. Semangat diskusi ini menciptakan suasana yang interaktif, di mana mahasiswa tidak hanya mendengarkan, tetapi juga berpartisipasi secara aktif untuk memperdalam pemahaman mereka. Ini mencerminkan betapa pentingnya topik yang dibahas bagi mereka, serta keinginan untuk mengeksplorasi lebih jauh dan berbagi pemikiran. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan mahasiswa tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, tetapi juga memiliki keahlian yang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, workshop ini berkontribusi dalam membentuk generasi pengacara yang tidak hanya kompeten secara hukum, tetapi juga mampu mengedepankan nilai-nilai keadilan dan perdamaian. (Penulis: Tim TLRC)

Berita, Kegiatan, Yudisium & Wisuda

Yuidisium Periode I Tahun Akademik 2024-2025

Pontianak, hukum.untan.ac.id – Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (UNTAN) melangsungkan acara yudisium untuk Periode I Tahun Akademik 2024/2025, pada Senin, 21/10/2024 di Lantai VIII Hotel Orchardz jalan Perdana, Pontianak. Acara ini merupakan momen penting bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan seluruh persyaratan akademik dan administratif untuk meraih gelar Sarjana Hukum, Magister Hukum dan Magister Kenotariatan. Dalam prosesi ini, mahasiswa secara resmi diumumkan sebagai lulusan yang memenuhi syarat, menandai babak akhir dari pendidikan mereka di Universitas Tanjungpura. Kegiatan Yudisium disertai dengan sambutan dari Dekan Fakultas Hukum UNTAN, Dr. Sri Ismawati, S.H.M.Hum, Wakil Rektor Bidang Akademik UNTAN, Dr. Sy. Hasyim Azizurrahman, SH.M.Hum, Ketua IKA FH UNTAN Maxie A. Mendur, SH serta perwakilan dari Lulusan, Nur Latifah, SH. MKn. Dalam kesempatan yang sama, pengumuman penghargaan juga diberikan kepada mahasiswa berprestasi di bidang akademik. Dalam pesan diakhir prosesi penyerahan gelar kepada lulusan, Dekan menekankan perlunya untuk terus belajar tanpa akhir. “Pihak fakultas berusaha untuk memberikan capaian pembelajaran kepada lulusan. Tetapi, hard skill itu akan diperoleh ilmu sebenarnya di tengah masyarakat. Selain hard skill, perkuat soft skill untuk memenuhi kebutuhan pasar”, ujarnya. “Di samping itu, kolaborasi, kerjasama, dengan berbagai pihak FH UNTAN terus berupaya semaksimalnya. Mahasiswa diperingatkan agar bisa menguasai teknologi di era teknologi industri 5.0 saat ini. Sarjana Hukum tidak boleh tertinggal di jaman yang semakin berubah, terutama profesi hukum yang di butuhkan diranah instansi”, tutupnya. Yudisium kali ini diikuti oleh 125 lulusan yang telah menyelesaikan seluruh persyaratan akademik diantaranya, 76 orang lulusan Sarjana Hukum (S.H.), Magister Hukum (M.H.) sebanyak 22 orang dan 27 orang dari lulusan Magister Kenotariatan (MKn). Kegiatan tersebut juga menandai pemberian gelar resmi kepada para lulusan yang bersiap memasuki dunia profesional dan persiapan menghadapi tantangan karir dunia profesional. Fakultas Hukum UNTAN menawarkan beberapa program studi, termasuk Program Sarjana, Magister Hukum, dan Magister Kenotariatan, yang semuanya bertujuan membekali mahasiswa dengan keterampilan hukum aplikatif dan pengetahuan mendalam dalam bidang hukum​. [mk]

Berita

Visitasi Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Mahasiswa Guangxi Minzu University ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak

PONTIANAK – Pada hari Rabu, tanggal 23 Oktober 2024. 9 perwakilan mahasiswa dari Guangxi University dan civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura melakukan kunjungan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pertukaran mahasiswa dari Guangxi University bekerja sama dengan Fakultas Hukum Untan. Dari Fakultas Hukum Tanjungpura di wakili oleh Wakil Dekan Bidang Akademik, Edy Suasono, S.H., M. Hum, beberapa Dosen dari Bagian Hukum Perdata dan beberapa Mahasiswa Universitas Tanjung Pura. Kunjungan ini bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa kepada berbagai jenis, tugas Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Kunjungan ini disambut langsung oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, Bapak Abdullah Rizki Ardiansyah, S.H., M.H. Setelah penyambutan, Wakil Dekan Bidang Akademik, Edy Suasono, S.H., M.Hum., menyampaikan terima kasih atas kesediaan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah memberikan kesempatan dan menyambut dengan baik visitasi ini.  Kegiatan ini dilanjutkan dengan perkenalan tugas pokok Pengadilan Tata Usaha Negara, yang disampaikan langsung oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, Bapak Abdullah Rizki Ardiansyah, S.H., M.H., dan dilanjutkan sesi tanya jawab dengan mahasiswa dari Guangxi Minzu University. Agenda berikutnya adalah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak mempersilahkan mahasiswa dari Guangxi Minzu University mengikuti jalannya sidang di Ruang Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara hingga selesai. Kegiatan ini ditutup dengan ucapan terima kasih dari Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak, yang dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan berharap kunjungan ini semakin mempererat hubungan Kerjasama antara Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Guangxi Minzu University serta Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak. [*]

Scroll to Top