Milineal Kembangkan Kekritisannya Menganalisis Regulasi
Generasi milenial memang harus dituntut untuk dapat menganalis kehadiran regulasi negara melalui ajang Debat Konstitusi pada tahun 2020.
Generasi milenial memang harus dituntut untuk dapat menganalis kehadiran regulasi negara melalui ajang Debat Konstitusi pada tahun 2020.
Maksud mutatis mutandis dalam Pasal 54 Ayat (3) dan Pasal 89 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 & yang dimaksud dengan mutatis mutandis dalam Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001? Menurut Black’s Law Dictionary Seventh Edition, mutatis mutandis berarti: “All necessary changes having been made; with the necessary changes what was said regarding the first contract applies mutatis mutandis to all the later ones.” Sedangkan menurut buku Terminologi Hukum karangan IPM Ranuhandoko, mutatis mutandis berarti “dengan perubahan yang perlu-perlu”. Dari uraian di atas, maka mutatis mutandis dapat diartikan dengan perubahan-perubahan yang diperlukan atau penting. Pasal 54 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007 (UUPT): “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) mutatis mutandis berlaku bagi pemegang pecahan nilai nominal saham.” Merujuk pada pengertian mutatis mutandis di atas, maksud dari pasal ini adalah bahwa ketentuan pada pasal 52 UUPT, dengan perubahan-perubahan yang diperlukan, berlaku juga untuk pemegang pecahan nilai nominal saham. Pasal 89 ayat (4) UUPT: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” Hal ini berarti, ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal yang disebutkan tersebut, dengan perubahan-perubahan yang diperlukan, berlaku juga untuk RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan. Pasal 28 ayat 1 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten): “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Permohonan yang menggunakan Hak Prioritas.” Maksudnya, ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 24 UU Paten tersebut (data apa saja yang diisikan pada permohonan untuk mendapatkan paten), berlaku juga, dengan perubahan-perubahan yang diperlukan, untuk permohonan paten yang menggunakan hak prioritas. Sumber : hukumonline – Shanti Rachmadsyah, S.H.Hukum Perusahaan, 2010
Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum.[1] Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.[2] Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian jual-beli maka telah lahir suatu akibat hukum dari perjanjian jual beli tersebut yakni ada subyek hukum yang mempunyai hak untuk mendapatkan barang dan mempunyai kewajiban untuk membayar barang tersebut. Begitu sebaliknya subyek hukum yang lain mempunyai hak untuk mendapatkan uang tetapi di samping itu dia mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum itu dapat berwujud: a. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum. Contoh: Usia menjadi 21 tahun, akibat hukumnya berubah dari tidak cakap hukum menjadi cakap hukum, atau Dengan adanya pengampuan, lenyaplah kecakapan melakukan tindakan hukum. b. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Contoh: “A mengadakan perjanjian jual beli dengan B, maka lahirlah hubungan hukum antara A dan B. Setelah dibayar lunas, hubungan hukum tersebut menjadi lenyap”. c. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum. Contoh: Seorang pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu akibat hukum dari perbuatan si pencuri tersebut ialah mengambil barang orang lain tanpa hak dan secara melawan hukum. d. Akibat hukum yang timbul karena adanya kejadian-kejadian darurat oleh hukum yang bersangkutan telah diakui atau dianggap sebagai akibat hukum, meskipun dalam keadaan yang wajar tindakan-tindakan tersebut mungkin terlarang menurut hukum. Misalnya: Dalam keadaan kebakaran dimana seseorang sudah terkepung api, orang tersebut merusak dan menjebol tembok, jendela, pintu dan lain-lain untuk jalan keluar menyelamatkan diri. Di Dalam kenyataannya, bahwa perbuatan hukum itu merupakan perbuatan yang akibat diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja (bersegi satu) maupun yang dilakukan dua pihak (bersegi dua). Apabila akibat hukumnya (rechtsgevolg) timbul karena satu pihak saja, misalnya membuat surat wasiat diatur dalam pasal 875 KUH Perdata, maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum satu pihak. Kemudian apabila akibat hukumnya timbul karena perbuatan dua pihak, seperti jual beli, tukar menukar maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum dua pihak.[3] [1] Soeroso, R., SH., Op-Cit, hlm 295 [2] Syarifin, Pipin, SH., Op-Cit, hlm 71 [3] Ibid., hlm 72